Latest Entries »

Mengajak Sinta

Barangkali, sebelum epilog drama semalam

selesai dibacakan. Dewagung telah menukar likat malam dengan matamu.

Wahai sinta, dewi yang memangku sembilu.

Aku ingin mengajakmu ke negri sajak

dimana tajam lampu bertemu kuda seputih do’a

dan angin enggan meninggalkan jejak kecuali isak.

 

Sinta yang melempar lalang ke bulan. berhentilah

menanak nasi untuk suami mu yang ragu.

atau membaca cuaca menunggui

pakaian dan mengurus lembu.

 

Di negeri sajak kau tak perlu mendengar burung pincang bernyanyi.

atau memakan buah dari kebun milik petani

yang menggadai anaknya.

Wahai dewi yang menjaga bulan mati, jika kau tak mau ikut

dan bersikukuh

maka kesetiaan adalah nyala api bagimu.

semoga kelak anakmu

lahir dari jantung panah yang abu.

 

Rumah, 2011

: Naya

 

Orang-orang pulang

setelah di tinggalkan waktu

memapah mimpi. Menggatungnya di pintu rumah.

 

Hujan menenggelamkan oktober.

juga wajah-wajah gembira.

Kita jadi begitu sukar menghayati batas musim.

 

Daun carsen menggatung bulir air

didalamnya terperangkap sajak-sajak cinta

untuk mu, jalan yang sepenuhnya putih.

 

Karena aku tak ingin mengerti

mengapa ada yang harus terisak dan tersedak.

tapi aku tetap mencintai mu sepenuhnya.

 

Rumah, 2011.

Riwayat kolak pisang

Jatuh ketika subuh
Seikat pisang matang.
Dijinjing menuju keranjang
Dipisah peluk diterjang pisau telanjang.

Merah tawa gula ditebar
Kemudian di aduk sabar .
Ibunda rekah senyum lebar
Siasati perut kami yang lapar

Wangi gula menikam hidung
Mata kami menikung jam tua murung. menunggu
Senja mengental menunggu adzan terdengar
menyeru perut kami yang sabar.

Disudut dapur, 2011

Epilog Pertemuan

: R

Untuk kesekian kalinya aku datang.

Mengetuk pintu kamar mu

Kau biarkan aku masuk dan berteduh dari sisa hujan

Di sudut kota yang riuh.

Hujan selalu mencatat halaman-halaman percakapan kita

menggali kisah-kisah, saat kau tepat belum genap 20 tahun.

manisku, di kamar ini aku tanam ingatan pada

dasar gelas kopi milik mu. muasal dari pekat luka.

kau membelai rambutku dengan wajah sedih

maka ku iris tangan mu dengan kecupan agar kau tak menangis

tapi kenangan terus memanjang melukai masa depan kita.

Maka aku tanggalkan segala tangguh

Di mata mu yang ragu.

Dan sejuta purnama gugur malam ini dimataku

Maka tidurlah manisku, selamanya kita tidak boleh mengerti.

Bahwa telah saling melukai.

2011.